Mengantar Angin, Membelenggu Sepi

TARIAN SUARA JIWA ; AMBILLAH JIWA DARI JIWA

KUMPULAN PUISI YOHANIS LANDI
----------------------------------------------------------
Semuanya adalah kumpulan syair-syair Suara Hati yang bangkit dari Jiwa YOHANIS LANDI.
Lahir dan Hidup dalam Belaian Angin Savana, Jauh di Paraing Marapu, Tanah Para Arwah.
Di Kampung halaman terindahku Lewa, Sumba Timur - NTT.
______________________________________________

Kamis, 23 Agustus 2012

PAHAPPA RAMBU MANANDANG


Kutta, winnu, dan kapu
rangkaian jiwa dalam pahappa,
Memerah,
bersatu dalam irama Patalamba,
kayaka-kakalak menggaris langit mengatasi angin..
Rambu manandang bergerak gemulai,
Membelah gempuran bunyi Gong dan Tambur...
Kaki menghentak tanah marapu,
giring-giring persembahkan lagu kepada sang pencipta,
jari-jemari gemulai rambu menari membelai indah,
melukis cinta di hamparan savana,
dan sujud di kaki seribu bukit,
tersenyum,
berbisik,
Akulah Sumba.

(This Is Sumba)

Keerobbo, Waitabula, SBD - NTT
Jumat, 24 Agustus 2012

Yohanis Landi

Senin, 25 Juni 2012

DEKAPAN SANG MALAM


Belenggu itu jadi lingkaran mati,
Dan semakin kuat memasung,
Menyeret ke dalam sisi lain,
Di dasar lingkaran keheningan.

Ada ruang kelam,
Yang merampas sukma,
Dan semakin jauh menghempas,
Dari samar menjadi gelap.

Terkadang ada tanya,
Mengapa terlalu lemah,
dan permisif,
Kepada kesalahan untuk terulang kembali.

Mengapa tak meretas lewat pemberontakan jiwa,
Bukan kepada siapa,
Tetapi kepada arus waktu yang mengalir tak berhenti,
Mengerus kian menjebak.

Haruskah lagi,
Mengeluh kepada dekapan sang malam,
Yang tak berbicara,
Namun perlahan bergerak semakin Renta.

Ataukah diam Pasrah,
Dan berharap lagi.
Supaya waktu ini berlalu,
Untuk esok yang tak mungkin sama dengan sekarang.


Pameti Karata, Minggu 15 April 2012

Oleh : Yohanis Landi

Kamis, 11 Agustus 2011

PENAKLUK SEPI

Haruskah membunuh sepi,
Dengan goresan-goresan maya,
Untuk setiap cerita bahasa jiwa,
Terurai sebagai benang lusuh.

Ataukah bernyanyi,
Dalam abstraksi nafas,
Mengalir bebas,
Sirna di penghujung waktu.

Terpasung langkah,
Rebah di bawah arus waktu,
Untuk nafas pendek,
Menepi di sisi hati dan lenyap.

Haruskah menjadi pengantar pesan Hati,
Yang menari gelisah,
Dibelenggu sepi,
Dan hilang  dalam  pekat malam.

Mungkin pula kita seperti angin,
Yang tak pernah tidur,
Dan berhenti mengejar waktu,
Pertemukan mentari dan embun.

Menarilah dalam hening,
Garis lagu dan gerak bertemu,
Tertuang dalam terjemahan ukiran kata-kata,
Sebagai bahasa Pelangi.

Untuk Penakluk Sepi.

Salatiga, 26 Juli 2011

Karya: Yohanis Landi  (Johny  Landi)

http//: www. Yohanislandi.blogspot.com/

Senin, 04 Juli 2011

RETAS SEGARIS ELEGI PEREMPUAN SABU --- >> (Untuk tulisan Umbu Nababan pd 05 Juli 2011 jam 2:02 (Segaris elegi wanita sabu)

Sret..
ayunan lembut sembunyikan kokoh,
sapu berbaris lidi gemulai menari-nari,
bernyanyi pecahkan sepi,
mengoyak jaring-jaring itu,


Buk….
Satu lagi induk laba-laba terkapar mati,
Tak ada lagi jaring tua,,
Sebagai istana penjaga sepi.
Nafas debu sekap kepengapan gelap,
Iringi Pertempuran belenggu keheningan,
Kemana engkau lari,
Diantara tembok tertutup,
Sebagai garis bertepi.


Tatapan kuat terbuka mengancam,
Menguasai dinding kamar tanpa batas,
Menantang,
Menyeret wajah samar,
Tunjukan ujud,
Tak akan ada harapan engkau lepas,
Walau hanya Kelebatan bayangan,
dari samar membentuk diri,
Nyata abadi.


Perempuan itu,
Bayang-bayang dibalik gelap,
Pembelenggu jiwa,
Penunggu sepi,
Perapuh hati,
Dan membisu ragu.


Tak ada lagi penantian,
Setelah laba-laba telah terbunuh.


***
Denpasar, 05 Juli 2011

Oleh: Yohanis Landi  (Johny Landi)
jolandi78@yahoo.co.id

Jumat, 01 Juli 2011

SERIBU SERULING BAHAGIA


Jaring kuning emas,
di timur kaki langit,
Merayap naik,
Pecahkan dinding pagi,
Menggaris,
Mengukir cahaya
Menari,
Mengantar mentari,
Menjemput embun.

Hangat itu,
Lembut,
Menyentuh hati,
dan perlahan,
Satu mata,
Diikuti dua,
Melebar terbuka,
buyarkan mimpi,
kecewa yang tak kecewa,
menyadarkan,
ada itu pasti berganti.
imajinasi gelap dibawah sadar,
pergi…
Meminta,
bukan harap untuk harapan,
satu persembahan,
Lukisan jiwa,
tentang bahagia.

Hari ini mewakili waktu,
Ada janji hati,
Sejati dipenuhi,
Sebagai kehormatan,
Untuk dia,
yang tak dikenal,
Tetapi,
Ku tahu,
Nyata ada,

Hari ini milik engkau,
mintalah,
dan mungkin,
Jarak adalah ruang,
Entah itu,
Akan ada satu senyum,
mengejek mimpi,
dari rekaan dialog kata,
tanpa suara merayu.

Hari ini pula,
Engkau menulis cerita,
Tentang diri,
Sepanjang hidup,
yang tak akan berhenti,
Mengalir,
dan bernyanyi lirih.

Tak ada hadiah membuai rasa,
Karena tak miliki apa,
Hanya bersetia kepada waktu,
Milikmu,
Sebagai bukti,
Aku ada dalam ikrar janji,
Seperti kesejukan embun,
Berjubah hangat mentari ,
Yang selalu ada,
tak ingkari pagi.

Kini,
bersuling seribu bahagia,
Aku datang,
menunggangi Angin,
berkunjung,
temui engkau,
di rumah hati.

Ku lukis semua,
Pintamu,
walau tak mengharap,
sungguh,
Dengan rangkaian kata,
Sebagai ganti,
Seikat keharuman bunga,
dan Kartu hati,
bertalikan ikatan janji,
Ijinkan,
Khusus untukmu,
ku ucapkan satu demi satu kata,
Bahasa jiwa,
Bahagia…
***

Denpasar, 01 Juli 2011

by: Yohanis Landi  (Johny Landi)
email:  jolandi78@yahoo.co.id

Selasa, 12 April 2011

LUKISAN HATI

Biarlah...
aku duduk disini,
Walau sebagai keyakinan terakhir,
Tetapi adalah satu kesempatan,
Untuk ku lukis kesetiaan bersama sang waktu,
Ku akan hadir disini,
di setiap fajar,
Menjemput datang mentari,
Mengantar pergi sang embun...
Tak ada janji,
namun,
akan ada bukti,
Aku ingin berikan engkau setiap aliran nafas,
Mempersembahkan denyut nadi,
Memujamu dengan seluruh bahasa jiwa,
Sampai engkau tak dapat berkata-kata,
Sampai engkau mimpikan aku di tidur mu,
Dan tersenyum dalam kesedihanmu,
Aku ingin membasuh engkau degan kelembutan Angin,
Kuberikan hangatnya mentari yang ku puja...
Untuk membebaskan engkau dari belenggu sepi...
Tak akan ku tinggalkan egkau,
Walau penderitaan masih selalu bersama,
Dan bersyukur untuk  kesusahan itu,
Karena telah mengajarkan kita bahagia,
Selalu ku persembahkan dengan seluruh jiwa...
***

Waingapu, 13 April 2011

By: Yohanis Landi,

Sabtu, 01 Januari 2011

PUISI DI ATAS PASIR

Bila kita merajut hati,
Hanya akan tinggalkaan luka,
Ksih sayang diantara kita,
Akan hidup seperti membangun mimpi di dalam tidur,
Ukiran jiwa di hati,
Seperti ukiran kata di atas pasir,
Yang ukiran itu akan hilang tersapu air dan angin...

Jangan engkau sedih sekarang sayang,
Karena ini untuk bahagiamu nanti,
Duh... !!!
Jangan ada rasa itu di hati,
Kalau cuma seperti menulis puisi di atas air,
Karena akan tinggalkan kesal.

Sayang...!
Ada langit ada bumi,
Ada laut ada pasir,
Ada manusia ada cinta,
Tetapi...
Manusia tentang kita,
semua seperti hamparan laut,
Luas tak bertepi,
Tenang merasuki kalbu,
sepi membenamkan jiwa..

Jangan engkau sesali sepi kita,
Karena masih ada pasir pantai lagi,
Untuk engkau tulisi menjadi ukiran hatimu,
Ada ku simpan janji,
Akan ada rindu untuk mu selamanya.

Puisi Di Atas Pasir
Rindi, 09 Desember 2008
by: Yohanis Landi